Kamis, 13 Juni 2013

Bukti Kebenaran Al-Quran


                                   

Air asin & air Tawar "

Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)

Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton rancangan TV `Discovery’ pasti kenal Mr.Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke perbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat filem dokumentari tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton di seluruh dunia. Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba ia menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya kerana tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang masin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya. Fenomena ganjil itu memeningkan Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air masin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berfikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam.

Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut. Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan
(surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laa yabghiyaan…”
Artinya:
"Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing ..

” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir; yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi. Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air masin dari laut.

Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju min huma lu’lu`u wal marjaan” artinya “Keluar dari keduanya mutiara dan marjan.”

Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara. Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera. Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa AlQur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam. Allahu Akbar…! Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung.
Ditulis oleh : zainadi furqon[/COLOR]



Telah Dekat Qiamat; Bulan Telah Terbelah...
[/SIZE]
Journey to Islam

Allah berfirman: "Sungguh telah dekat hari qiamat, dan bulan pun telah terbelah (Q.S. Al-Qamar: 1)" Apakah kalian akan membenarkan kisah yang dari ayat Al-Qur'an ini menyebabkan masuk Islamnya pimpinan Hizb Islami Inggris ?? Di bawah ini adalah kisahnya:
Dalam temu wicara di televisi bersama pakar Geologi Muslim, Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar, salah seorang warga Inggris mengajukan pertanyaan kepadanya, apakah ayat dari surat Al-Qamar di atas memiliki kandungan mukjizat secara ilmiah ?

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawabnya sebagai berikut:
Tentang ayat ini, saya akan menceritakan sebuah kisah. Sejak beberapa waktu lalu, saya mempresentasikan di Univ. Cardif, Inggris bagian barat, dan para peserta yang hadir bermacam-macam, ada yang muslim dan ada juga yang bukan muslim.
Salah satu tema diskusi waktu itu adalah seputar mukjizat ilmiah dari Al-Qur'an. Salah seorang pemuda yang beragama muslim pun berdiri dan bertanya, "Wahai Tuan, apakah menurut anda ayat yang berbunyi [Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah] mengandung mukjizat secara ilmiah ? Maka saya menjawabnya: Tidak, sebab kehebatan ilmiah diterangkan oleh ilmu pengetahuan, sedangkan mukjizat tidak bisa diterangkan ilmu pengetahuan, sebab ia tidak bisa menjagkaunya. Dan tentang terbelahnya bulan, maka itu adalah mukjizat yang terjadi pada Rasul terakhir Muhammad shallallahu 'alaihi wassalam sebagai pembenaran atas kenabian dan kerasulannya, sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Dan mukjizat yang kelihatan, maka itu disaksikan dan dibenarkan oleh setiap orang yang melihatnya. Andai hal itu tidak termaktub di dalam kitab Allah dan hadits-hadits Rasulullah, maka tentulah kami para muslimin di zaman ini tidak akan mengimani hal itu. Akan tetapi hal itu memang benar termaktub di dalam Al-Qur'an dan sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wassalam. Dan memang Allah ta'alaa benar-benar Maha berkuasa atas segala sesuatu.

Maka Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar pun mengutip sebuah kisah Rasulullah membelah bulan. Kisah itu adalah sebelum hijrah dari Mekah Mukarramah ke Madinah. Orang-orang musyrik berkata, "Wahai Muhammad, kalau engkau benar Nabi dan Rasul, coba tunjukkan kepada kami satu kehebatan yang bisa membuktikan kenabian dan kerasulanmu (mengejek dan mengolok-olok)?"

Rasulullah bertanya, "Apa yang kalian inginkan ?
Mereka menjawab: Coba belah bulan, .."

Maka Rasulullah pun berdiri dan terdiam, lalu berdoa kepada Allah agar menolongnya. Maka Allah memberitahu Muhammad agar mengarahkan telunjuknya ke bulan. Maka Rasulullah pun mengarahkan telunjuknya ke bulan, dan terbelahlah bulat itu dengan sebenar-benarnya. Maka serta-merta orang-orang musyrik pun berujar, "Muhammad, engkau benar-benar telah menyihir kami!" Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa sihir, memang benar bisa saja "menyihir" orang yang ada disampingnya akan tetapi tidak bisa menyihir orang yang tidak ada ditempat itu. Maka mereka pun pada menunggu orang-orang yang akan pulang dari perjalanan. Maka orang-orang Quraisy pun bergegas menuju keluar batas kota Mekkah menanti orang yang baru pulang dari perjalanan. Dan ketika datang rombongan yang pertama kali dari perjalanan menuju Mekkah, maka orang-orang musyrik pun bertanya, "Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?"Mereka menjawab, "Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dansaling menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali...!!!"

Maka sebagian mereka pun beriman, dan sebagian lainnya lagi tetap kafir (ingkar). Oleh karena itu, Allah menurunkan ayat-Nya:
Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda-tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, "Ini adalah sihir yang terus-menerus", dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap ....sampai akhir surat Al-Qamar.

Ini adalah kisah nyata, demikian kata Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar. Dan setelah selesainya Prof. Dr. Zaghlul menyampaikan hadits nabi tersebut, berdiri seorang muslim warga Inggris dan memperkenalkan diri seraya berkata, "Aku Daud Musa Pitkhok, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris. Wahai tuan, bolehkah aku menambahkan??"

Prof. Dr. Zaghlul Al-Najar menjawab: Dipersilahkan dengan senang hati."

Daud Musa Pitkhok berkata, "Aku pernah meneliti agama-agama (sebelum menjadi muslim), maka salah seorang mahasiswa muslim menunjukiku sebuah terjemah makna-makna Al-Qur'an yang mulia. Maka, aku pun berterima kasih kepadanya dan aku membawa terjemah itu pulang ke rumah. Dan ketika aku membuka-buka terjemahan Al-Qur'an itu di rumah, maka surat yang pertama aku buka ternyata Al-Qamar. Dan aku pun membacanya:

Telah dekat hari qiamat dan bulan pun telah terbelah...

Maka aku pun bergumam: Apakah kalimat ini masuk akal?? Apakah mungkin bulan bisa terbelah kemudian bersatu kembali?? Andai benar, kekuatan macam apa yang bisa melakukan hal itu??? Maka, aku pun menghentikan dari membaca ayat-ayat selanjutnya dan aku menyibukkan diri dengan urusan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi Allah Yang Maha Tahu tentang tingkat keikhlasam hamba-Nya dalam pencarian kebenaran. Maka aku pun suatu hari duduk di depan televisi Inggris. Saat itu ada sebuah diskusi diantara presenter seorang Inggris dan 3 orang pakar ruang angkasa AS. Ketiga pakar antariksa tersebut pun menceritakan tentang dana yang begitu besardalam rangka melakukan perjalanan ke antariksa, padahal saat yang sama dunia sedang mengalami masalah kelaparan, kemiskinan, sakit dan perselisihan. Presenter pun berkata, " Andai dana itu digunakan untuk memakmurkan bumi, tentulah lebih banyak berguna". Ketiga pakar itu pun membela diri dengan proyek antariksanya dan berkata, "Proyek antariksa ini akan membawa dampak yang sangat positif pada banyak segmen kehidupan manusia, baik segi kedokteran, industri, dan pertanian. Jadi pendanaan tersebut bukanlah hal yang sia-sia, akan tetapi hal itu dalam rangka pengembangan kehidupan manusia.

Dan diantara diskusi tersebut adalah tentang turunnya astronot menjejakkan kakiknya di bulan, dimana perjalanan antariksa ke bulan tersebut telah menghabiskan dana tidak kurang dari 100 juta dollar.

Mendengar hal itu, presenter terperangah kaget dan berkata, "Kebodohan macam apalagi ini, dana begitu besar dibuang oleh AS hanya untuk bisa mendarat di bulan?" Mereka pun menjawab, "Tidak, ..!!! Tujuannya tidak semata menancapkan ilmu pengetahuan AS di bulan, akan tetapi kami mempelajari kandungan yang ada di dalam bulan itu sendiri, maka kami pun telah mendapat hakikat tentang bulan itu, yang jika kita berikan dana lebih dari 100 juta dollar untuk kesenangan manusia, maka kami tidak akan memberikan dana itu kepada siapapun. Maka presenter itu pun bertanya, "Hakikat apa yang kalian telah capai sehingga demikian mahal taruhannya. Mereka menjawab, "Ternyata bulan pernah mengalami pembelahan di suatu hari dahulu kala, kemudian menyatu kembali.!!!

Presenter pun bertanya,
"Bagaimana kalian bisa yakin akanhal itu?" Mereka menjawab, "Kami mendapati secara pasti dari batuan-batuan yang terpisah terpotong di permukaan bulan sampai di dalam (perut) bulan. Maka kami pun meminta para pakar geologi untuk menelitinya, dan mereka mengatakan, "Hal ini tidak mungkin telah terjadi kecuali jika memang bulan pernah terbelah lalu bersatu kembali".

Mendengar paparan itu, ketua Al-Hizb Al-Islamy Inggris mengatakan, "Maka aku pun turun dari kursi dan berkata, "Mukjizat (kehebatan) benar-benar telah terjadi pada diri Muhammad sallallahu alaihi wassallam 1400-an tahun yang lalu. Allah benar-benar telah mengolok-olok AS untuk mengeluarkan dana yang begitu besar, 100 juta dollar lebih, hanya untuk menetapkan akan kebenaran muslimin !!!! Maka, agama Islam ini tidak mungkin salah ... Maka aku pun berguman, "Maka, aku pun membuka kembali Mushhaf Al-Qur'an dan aku baca surat Al-Qamar, dan ... saat itu adalah awal aku menerima dan masuk Islam.

Wawasan Al-Quran


 
 
 
 
 



UKHUWAH                                                  
 
         Ukhuwah    (ukhuwwah)    yang    biasa    diartikan    sebagai
"persaudaraan",  terambil  dari  akar  kata  yang pada mulanya
berarti "memperhatikan". Makna asal ini  memberi  kesan  bahwa
persaudaraan  mengharuskan  adanya  perhatian semua pihak yang
merasa bersaudara.
 
Boleh jadi, perhatian itu pada  mulanya  lahir  karena  adanya
persamaan  di  antara  pihak-pihak  yang  bersaudara, sehingga
makna tersebut kemudian berkembang, dan pada akhirnya  ukhuwah
diartikan  sebagai  "setiap  persamaan  dan  keserasian dengan
pihak lain, baik persamaan keturunan, dari  segi  ibu,  bapak,
atau keduanya, maupun dari segi persusuan". Secara majazi kata
ukhuwah (persaudaraan) mencakup  persamaan  salah  satu  unsur
seperti  suku, agama, profesi, dan perasaan. Dalam kamus-kamus
bahasa Arab ditemukan  bahwa  kata  akh  yang  membentuk  kata
ukhuwah digunakan juga dengan arti teman akrab atau sahabat.
 
Masyarakat   Muslim   mengenal  istilah  ukhuwmah  Islamiyyah.
Istilah ini  perlu  didudukkan  maknanya,  agar  bahasan  kita
tentang  ukhuwah tidak mengalami kerancuan. Untuk itu terlebih
dahulu perlu dilakukan tinjauan  kebahasaan  untuk  menetapkan
kedudukan  kata Islamiah dalam istilah di atas. Selama ini ada
kesan  bahwa  istilah  tersebut  bermakna  "persaudaraan  yang
dijalin   oleh   sesama   Muslim",   atau  dengan  kata  lain,
"persaudaraan antar sesama Muslim", sehingga dengan  demikian,
kata "Islamiah" dijadikan pelaku ukhuwah itu.
 
Pemahaman  ini  kurang  tepat. Kata Islamiah yang dirangkaikan
dengan kata ukhuwah lebih tepat  dipahami  sebagai  adjektifa,
sehingga  ukhuwah Islamiah berarti "persaudaraan yang bersifat
Islami atau yang diajarkan oleh Islam." Paling tidak, ada  dua
alasan untuk mendukung pendapat ini.
 
Pertama,  Al-Quran  dan  hadis  memperkenalkan  bermacam-macam
persaudaraan, seperti yang akan diuraikan selanjutnya.
 
Kedua, karena alasan kebahasaan. Di dalam  bahasa  Arab,  kata
sifat  selalu  harus disesuaikan dengan yang disifatinya. Jika
yang  disifati  berbentuk  indefinitif  maupun  feminin,  kata
sifatnya  pun  harus  demikian. Ini terlihat secara jelas pada
saat  kita  berkata  ukhuwwah   Islamiyyah   dan   Al-Ukhuwwah
Al-Islamiyyah.
 
UKHUWAH DALAM AL-QURAN
 
Dalam  Al-Quran,  kata  akh  (saudara)  dalam  bentuk  tunggal
ditemukan sebanyak 52 kali. Kata ini dapat berarti.
 
1. Saudara kandung atau saudara seketurunan, seperti pada ayat
yang  berbicara  tentang  kewarisan,  atau keharaman mengawini
orang-orang tertentu, misalnya,
 
     Diharamkan kepada kamu (mengawini) ibu-ibumu,
     anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu,
     saudara-saudara perempuan bapakmu, saudara-saudara
     perempuan ibumu, (dan) anak-anak perempuan dari
     saudara-saudaramu yang laki-laki ... (QS Al-Nisa [4]:
     23)
 
2. Saudara yang dijalin oleh ikatan  keluarga,  seperti  bunyi
doa Nabi Musa a.s. yang diabadikan Al-Quran,
 
     Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
     keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku (QS Thaha [20]:
     29-30).
 
3. Saudara dalam arti sebangsa, walaupun tidak seagama seperti
dalam firman-Nya,
 
     Dan kepada suku 'Ad, (kami utus) saudara mereka Hud
     (QS Al-A'raf [7]: 65).
 
Seperti telah diketahui kaum 'Ad membangkang  terhadap  ajaran
yang  dibawa  oleh Nabi Hud, sehingga Allah memusnahkan mereka
(baca antara lain QS Al-Haqqah [69]: 6-7).
 
4. Saudara semasyarakat, walaupun berselisih paham.
 
     Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing
     betina, dan aku mempunyai seekor saja, maka dia
     berkata kepadaku, "Serahkan kambingmu itu kepadaku";
     dan dia mengalahkan aku di dalam perdebatan (QS Shad
     [38]: 23).
 
Dalam sebuah hadis, Nabi Saw. bersabda.
 
     Belalah saudaramu, baik ia berlaku aniaya, maupun
     teraniaya.
 
Ketika beliau ditanya seseorang, bagaimana cara membantu orang
yang menganiaya, beliau menjawab,
 
     Engkau halangi dia agar tidak berbuat aniaya. Yang
     demikian itulah pembelaan baginya. (HR Bukhari melalui
     Anas bin Malik)
 
5. Persaudaraan seagama.
 
Ini ditunjukkan oleh firman Allah dalam surat Al-Hujurat  ayat
10
 
     Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara.
 
Di atas telah dikemukakan bahwa dari segi bahasa, kata ukhuwah
dapat  mencakup  berbagai  persamaan. Dari sini 1ahir lagi dua
macam persaudaraan, yang walaupun secara tegas  tidak  disebut
oleh   Al-Quran  sebagai  "persaudaraan",  namun  substansinya
adalah persaudaraan. Kedua hal tersebut adalah:
 
1. Saudara sekemanusiaan (ukhuwah insaniah).
 
Al-Quran menyatakan bahwa semua manusia diciptakan oleh  Allah
dari  seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam dan Hawa) (QS
Al-Hujurat [49]: 13). Ini berarti bahwa semua  manusia  adalah
seketurunan dan dengan demikian bersaudara.
 
2. Saudara semakhluk dan seketundukan kepada Allah.
 
Di  atas  telah  dijelaskan  bahwa  dari  segi bahasa kata akh
(saudara) digunakan pada berbagai bentuk persamaan. Dari  sini
1ahir   persaudaraan   kesemakhlukan.  Al-Quran  secara  tegas
menyatakan bahwa:
 
     Dan tidaklah (jenis binatang yang ada di bumi dan
     burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya)
     kecuali umat-umat juga seperti kamu (QS Al-An'am [6):
     38).
 
MACAM-MACAM UKHUWAH ISLAMIAH
 
Di atas telah dikemukakan arti ukhuwah Islamiah, yakni ukhuwah
yang  bersifat  Islami  atau  yang diajarkan oleh Islam. Telah
dikemukakan pula beberapa ayat yang mengisyaratkan bentuk atau
jenis  "persaudaraan"  yang disinggung oleh Al-Quran. Semuanya
dapat disimpulkan bahwa kitab suci ini  memperkenalkan  paling
tidak empat macam persaudaraan:
 
1.  Ukhuwwah  'ubudiyyah  atau   saudara   kesemakhlukan   dan
kesetundukan kepada Allah.
 
2.  Ukhuwwah  insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat
manusia adalah bersaudara, karena mereka  semua  berasal  dari
seorang  ayah  dan  ibu. Rasulullah Saw. juga menekankan lewat
sabda beliau,
 
     Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.
     
     Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara.
 
3. Ukhuwwah wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan  dalam
keturunan dan kebangsaan.
 
4. Ukhuwwah fi din Al-Islam, persaudaraan antar sesama Muslim.
Rasulullah Saw. bersabda,
 
     Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita
     adalah yang datang sesudah (wafat)-ku.
 
Makna dan macam-macam persaudaraan  tersebut  di  atas  adalah
berdasarkan   pemahaman   terhadap  teks  ayat-ayat  Al-Quran.
Ukhuwah yang secara  jelas  dinyatakan  oleh  Al-Quran  adalah
persaudaraan  seagama  Islam, dan persaudaraan yang jalinannya
bukan karena agama. Ini tecermin dengan jelas dari  pengamatan
terhadap penggunaan bentuk jamak kata tersebut dalam Al-Quran,
yang menunjukkan dua arti kata akh' yaitu:
 
Pertama, ikhwan, yang biasanya  digunakan  untuk  persaudaraan
tidak  sekandung. Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali sebagian
disertakan dengan kata  ad-din  (agama)  seperti  dalan  surat
At-Taubah ayat 11.
 
     Apabila mereka bertobat, melaksanakan shalat, dan
     menunaikan zakat, mereka adalah saudara-saudara kamu
     seagama.
 
Sedangkan sebagian lain tidak dirangkaikan dengan kata  ad-din
(agama) seperti:
 
     Jika kamu menggauli mereka (anak-anak yatim), mereka
     adalah saudara-saudaramu (QS Al-Baqarah [2]: 220).
 
Teks ayat-ayat tersebut secara  tegas  dan  nyata  menunjukkan
bahwa Al-Quran memperkenalkan persaudaraan seagama dan persaud
araan tidak seagama.
 
Bentuk jamak kedua yang digunakan oleh Al-Quran adalah ikhwat,
terdapat   sebanyak  tujuh  kali  dan  digunakan  untuk  makna
persaudaraan seketurunan, kecuali satu ayat, yaitu,
 
     Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (QS
     A1-Hujurat [49]: 10).
     
Menarik untuk dipertanyakan, mengapa Al-Quran menggunakan kata
ikhwah  dalam  arti  persaudaraan seketurunan ketika berbicara
tentang persaudaraan sesama Muslim,  atau  dengan  kata  lain,
mengapa  Al-Quran  tidak menggunakan kata ikhwan, padahal kata
ini digunakan  untuk  makna  persaudaraan  tidak  seketurunan?
Bukankah  lebih  tepat menggunakan kata terakhir, jika melihat
kenyataan bahwa saudara-saudara  seiman  terdiri  dari  banyak
bangsa dan suku, yang tentunya tidak seketurunan?
 
Menurut  penulis,  hal  ini  bertujuan  untuk  mempertegas dan
mempererat jalinan hubungan antar  sesama-Muslim,  seakan-akan
hubungan  tersebut  bukan  saja dijalin oleh keimanan (yang di
dalam ayat itu ditunjukkan oleh kata  al-mu'minun),  melainkan
juga "seakan-akan" dijalin oleh persaudaraan seketurunan (yang
ditunjukkan oleh kata ikhwah).  Sehingga  merupakan  kewajiban
ganda   bagi   umat  beriman  agar  selalu  menjalin  hubungan
persaudaraan yang harmonis di antara mereka, dan tidak satupun
yang   dapat   dijadikan   dalih  untuk  melahirkan  keretakan
hubungan.
 
FAKTOR PENUNJANG PERSAUDARAAN
 
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun
sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin
kokoh pula persaudaraan. Persamaan  rasa  dan  cita  merupakan
faktor  dominan  yang mendahului lahirnya persaudaraan hakiki,
dan  pada  akhirnya  menjadikan  seseorang  merasakan   derita
saudaranya,   mengulurkan   tangan   sebelum   diminta,  serta
memperlakukan saudaranya bukan atas  dasar  "take  and  give,"
tetapi justru
 
     Mengutamakan orang lain atas diri mereka, walau diri
     mereka sendiri kekurangan (QS Al-Hasyr [59]: 9).
 
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan
nyaman  pada  saat  berada  di  antara sesamanya, dan dorongan
kebutuhan ekonomi merupakan faktor-faktor penunjang yang  akan
melahirkan rasa persaudaraan.
 
Islam  datang  menekankan  hal-hal  tersebut, dan menganjurkan
mencari titik singgung dan titik temu persaudaraan.  Jangankan
terhadap  sesama  Muslim, terhadap non-Muslim pun demikian (QS
Ali 'Imran [3]: 64) dan Saba [34): 24-25).
 
PETUNJUK AL-QURAN UNTUK MEMANTAPKAN UKHUWAH
 
Guna  memantapkan  ukhuwah  tersebut,  pertama  kali  Al-Quran
menggarisbawahi  bahwa  perbedaan  adalah  hukum  yang berlaku
dalam  kehidupan  ini.  Selain  perbedaan  tersebut  merupakan
kehendak  Ilahi,  juga  demi kelestarian hidup, sekaligus demi
mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi.
 
     Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan
     aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki,
     niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah
     hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya kepadamu,
     maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS
     Al-Ma-idah [5]: 48).
 
Seandainya  Tuhan  menghendaki  kesatuan   pendapat,   niscaya
diciptakan-Nya  manusia  tanpa akal budi seperti binatang atau
benda-benda tak bernyawa yang tidak memiliki kemampuan memilah
dan  memilih,  karena  hanya  dengan  demikian seluruhnya akan
menjadi satu pendapat.
 
Dari sini, seorang Muslim dapat memahami adanya pandangan atau
bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena
semua  itu  tidak  mungkin  berada  di  luar  kehendak  Ilahi.
Kalaupun  nalarnya  tidak  dapat memahami kenapa Tuhan berbuat
demikian,  kenyataan  yang  diakui  Tuhan   itu   tidak   akan
menggelisahkan atau mengantarkannya "mati", atau memaksa orang
lain  secara  halus  maupun  kasar  agar  menganut   pandangan
agamanya,
 
     Sungguh kasihan jika kamu akan membunuh dirimu karena
     sedih akibat mereka tidak beriman kepada keterangan
     ini (Islam) (QS Al-Kahf [18]: 6).
     
     Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
     semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka
     apakah kamu akan memaksa semua manusia agar menjadi
     orang-orang yang beriman? (QS Yunus [10]: 99).
 
Untuk menjamin terciptanya persaudaraan dimaksud,  Allah  Swt.
memberikan  beberapa petunjuk sesuai dengan jenis persaudaraan
yang diperintahkan.  Pada  kesempatan  ini,  akan  dikemukakan
petunjuk-petunjuk  yang  berkaitan  dengan persaudaraan secara
umum dan persaudaraan seagama Islam.
 
1. Untuk memantapkan persaudaraan pada arti yang  umum,  Islam
memperkenalkan  konsep  khalifah.  Manusia diangkat oleh Allah
sebagai  khalifah.   Kekhalifahan   menuntut   manusia   untuk
memelihara,  membimbing,  dan  mengarahkan segala sesuatu agar
mencapai maksud dan tujuan  penciptaannya.  Karena  itu,  Nabi
Muhammad   Saw.  melarang  memetik  buah  sebelum  siap  untuk
dimanfaatkan, memetik kembang sebelum mekar, atau  menyembelih
binatang   yang   terlalu   kecil.  Nabi  Muhammad  Saw.  juga
mengajarkan agar  selalu  bersikap  bersahabat  dengan  segala
sesuatu  sekalipun terhadap benda tak bernyawa. Al-Quran tidak
mengenal  istilah  "penaklukan  alam",  karena  secara   tegas
Al-Quran  menyatakan bahwa yang menaklukkan alam untuk manusia
adalah Allah (QS 45: 13). Secara  tegas  pula  seorang  Muslim
diajarkan  untuk  mengakui  bahwa ia tidak mempunyai kekuasaan
untuk menundukkan sesuatu kecuali atas penundukan Ilahi.  Pada
saat berkendaraan seorang Muslim dianjurkan membaca,
 
     Mahasuci Allah yang menundukkan ini buat kami, sedang
     kami sendiri tidak mempunyai kesanggupan
     menundukkannya (QS Al-Zukhruf [43]: 13).
 
2. Untuk mewujudkan persaudaraan antar  pemeluk  agama,  Islam
memperkenalkan ajaran,
 
     Bagimu agamamu dan bagiku agamaku (QS 109: 6), dan
 
     Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu.
     Tidak (perlu ada) pertengkaran di antara kami dan
     kamu. Allah mengumpulkan kita dan kepada-Nyalah
     kembali (putusan segala sesuatu) (QS Al-Syura [42):
     15).
 
Al-Quran juga menganjurkan agar  mencari  titik  singgung  dan
titik  temu  antar  pemeluk  agama. Al-Quran menganjurkan agar
dalam  interaksi  sosial,  bila  tidak   ditemukan   persamaan
hendaknya  masing-masing  mengakui  keberadaan pihak lain, dan
tidak perlu saling menyalahkan.
 
     Katakanlah, "Wahai Ahl Al-Kitab, marilah kepada satu
     kalimat kesepakatan yang tidak ada perselisihan di
     antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
     Allah, dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu
     pun, dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
     sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah." Jika
     mereka berpaling (tidak setuju), katakanlah kepada
     mereka, "Saksikanlah (akuilah eksistensi kami) bahwa
     kami adalah orang-orang Muslim" (QS Ali 'Imran [3]:
     64).
 
Bahkan Al-Quran mengajarkan  kepada  Nabi  Muhammad  Saw.  dan
umatnya untuk menyampaikan kepada penganut agama lain, setelah
kalimat sawa' (titik temu) tidak dicapai:
 
     Kami atau kamu pasti berada dalam kebenaran atau
     kesesatan yang nyata. Katakanlah, "Kamu tidak akan
     ditanyai (bertanggungjawab) tentang dosa yang kami
     perbuat, dan kami tidak akan ditanyai (pula) tentang
     hal yang kamu perbuat." Katakanlah, "Tuhan kita akan
     menghimpun kita semua, kemudian menetapkan dengan
     benar (siapa yang benar dan salah) dan Dialah Maha
     Pemberi Keputusan lagi Maha Mengetahui (QS 34: 24-26).
 
Jalinan persaudaraan antara seorang Muslim dan non-Muslim sama
sekali   tidak   dilarang   oleh   Islam,  selama  pihak  lain
menghormati hak-hak kaum Muslim,
 
     Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berbuat
     adil (memberikan sebagian hartamu) kepada orang-orang
     yang tidak memerangi kamu karena agama, dan tidak
     (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
     menyukai orang-orang yang berlaku adil (QS
     Al-Mumtahanah [60]: 8).
 
Ketika    sebagian    sahabat    Nabi    memutuskan    bantuan
keuangan/material  kepada  sebagian penganut agama lain dengan
alasan bahwa mereka  bukan  Muslim,  Al-Quran  menegur  mereka
dengan firman-Nya:
 
     Bukan kewajibanmu menjadikan mereka memperoleh hidayah
     (memeluk Islam), akan tetapi Allah yang memberi
     petunjuk orang yang dikehendaki-Nya. Apa pun harta
     yang baik yang kamu nafkahkan (walaupun kepada
     non-Muslim), maka pahalanya itu untuk kami sendiri ...
     (QS Al-Baqarah [2]: 272).
 
3.  Untuk  memantapkan  persaudaraan  antar   sesama   Muslim,
Al-Quran  pertama  kali  menggarisbawahi  perlunya menghindari
segala macam sikap lahir  dan  batin  yang  dapat  mengeruhkan
hubungan di antara mereka.
 
Setelah menyatakan bahwa orang-orang  Mukmin  bersaudara,  dan
memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika
seandainya  terjadi  kesalahpahaman  di   antara   dua   orang
(kelompok)  kaum  Muslim,  Al-Quran  memberikan  contoh-contoh
penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang  setiap  Muslim
melakukannya:
 
     Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kaum (pria)
     mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi
     mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik daripada
     mereka (yang mengolok-oLokkan); dan jangan pula
     wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang
     lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang
     diperolok-olokkan lebih baik dan mereka (yang
     memperolok-olokkan), dan janganlah kamu mencela dirimu
     sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan
     gelar-gelar yang buruk. Sejelek-jeleknya panggilan
     adalah (sebutan) yang buruk sesudah iman. Barangsiapa
     tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
     zalim (QS Al-Hujurat [49]: 11).
 
Selanjutnya ayat di  atas  memerintahkan  orang  Mukmin  untuk
menghindari  prasangka  buruk,  tidak  mencari-cari  kesalahan
orang lain, serta menggunjing, yang diibaratkan oleh  Al-Quran
seperti  memakan  daging-saudara  sendiri yang telah meninggal
dunia (QS Al-Hujurat [49]: 12).
 
Menarik untuk diketengahkan, bahwa  Al-Quran  dan  hadis-hadis
Nabi  Saw.  tidak merumuskan definisi persaudaraan (ukhuwwah),
tetapi  yang  ditempuhnya  adalah   memberikan   contoh-contoh
praktis.  Pada umumnya contoh-contoh tersebut berkaitan dengan
sikap kejiwaan (seperti terbaca di dalam surat Al-Hujurat ayat
11-12  di  atas), atau tecermin misalnya dalam hadis Nabi Saw.
antara lain,
 
     Hindarilah prasangka buruk, karena itu adalah
     sebohong-bohongnya ucapan. Jangan pula saling
     mencari-cari kesalahan. Jangan saling iri, jangan
     saling membenci, dan jangan saling membelakangi
     (Diriwayatkan oleh keenam ulama hadis, ke An-Nasa'i,
     melalui Abu Hurairah).
     
Semua itu wajar,  karena  sikap  batiniahlah  yang  melahirkan
sikap  lahiriah.  Demikian  pula,  bahwa sebagian dari redaksi
ayat dan hadis yang  berbicara  tentang  hal  ini  dikemukakan
dengan  bentuk  larangan. Ini pun dimengerti bukan saja karena
at-takhliyah  (menyingkirkan  yang  jelek)  harus  didahulukan
daripada   at-tahliyah   (menghiasi   diri  dengan  kebaikan),
melainkan  juga  karena  "melarang  sesuatu  mengandung   arti
memerintahkan lawannya, demikian pula sebaliknya."
 
Semua  petunjuk  Al-Quran  dan  hadis Nabi Saw. yang berbicara
tentang interaksi antarmanusia pada akhirnya  bertujuan  untuk
memantapkan  ukhuwah.  Perhatikan  misalnya larangan melakukan
transaksi yang bersifat batil (QS 2: 188), larangan  riba  (QS
2:  278),  anjuran menulis utang-piutang (QS 2: 275), larangan
mengurangi  atau  melebihkan  timbangan  (QS  83:  1-3),   dan
lain-lain.
 
Dalam  konteks  pendapat dan pengamalan agama, Al-Quran secara
tegas memerintahkan orang-orang  Mukmin  untuk  merujuk  Allah
(Al-Quran)  dan  Rasul  (Sunnah).  Tetapi  seandainya  terjadi
perbedaan   pemahaman   Al-Quran   dan   Sunnah   itu,    baik
mengakibatkan perbedaan pengamalan maupun tidak, maka petunjuk
Al-Quran dalam hal ini adalah:
 
     Apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu (karena
     tidak menemukan petunjuknya dalam teks Al-Quran dan
     Sunnah), maka kembalikanlah kepada Allah (jiwa
     ajaran-ajaran Al-Quran), dan (jiwa ajaran-ajaran)
     Rasul, jika memang kamu benar-benar beriman kepada
     Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
     bagimu dan lebih baik akibatnya (QS Al-Nisa' [4]: 59).
 
KONSEP-KONSEP DASAR PEMANTAPAN UKHUWAH
 
Setelah   mempelajari   teks-teks   keagamaan,   para    ulama
mengenalkan  tiga  konsep untuk memantapkan ukhuwah menyangkut
perbedaan pemahaman dan pengamalan ajaran agama.
 
a. Konsep tanawwu'al-'ibadah (keragaman cara beribadah)
 
Konsep ini mengakui adanya keragaman  yang  dipraktekkan  Nabi
Saw.  dalam  bidang pengamalan agama, yang mengantarkan kepada
pengakuan  akan  kebenaran  semua  praktek  keagamaan,  selama
semuanya  itu  merujuk kepada Rasulullah Saw. Anda tidak perlu
meragukan   pernyataan   ini,   karena   dalam   konsep   yang
diperkenalkan ini, agama tidak menggunakan pertanyaan, "Berapa
hasil 5 +  5?",  melainkan  yang  ditanyakan  adalah,  "Jumlah
sepuluh itu merupakan hasil penambahan berapa tambah berapa?"
 
b. Konsep al-mukhti'u fi al-ijtihad lahu ajr (Yang salah dalam
berijtihad pun [menetapkan hukum) mendapat ganjaran).
 
Ini berarti bahwa selama seseorang mengikuti pendapat  seorang
ulama,  ia  tidak  akan  berdosa, bahkan tetap diberi ganjaran
oleh Allah Swt.,  walaupun  hasil  ijtthad  yang  diamalkannya
keliru.  Hanya saja di sini perlu dicatat bahwa penentuan yang
benar dan salah bukan wewenang makhluk, tetapi wewenang  Allah
Swt.  sendiri,  yang  baru  akan diketahui pada hari kemudian.
Sebagaimana perlu pula digarisbawahi, bahwa yang  mengemukakan
ijtihad   maupun  orang  yang  pendapatnya  diikuti,  haruslah
memiliki  otoritas  keilmuan,  yang   disampaikannya   setelah
melakukan  ijtihad  (upaya bersungguh-sungguh untuk menetapkan
hukum) setelah mempelajari dengan saksama dalil-dalil keagaman
(Al-Quran dan Sunnah).
 
c.  Konsep  la  hukma  lillah qabla ijtihad al-mujtahid (Allah
belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya  ijtihad  dilakukan
oleh seorang mujtahid).
 
Ini  berarti  bahwa  hasil ijtihad itulah yang merupakan hukum
Allah bagi masing-masing mujtahid, walaupun  hasil  ijtihadnya
berbeda-beda.  Sama  halnya  dengan  gelas-gelas  kosong, yang
disodorkan oleh tuan rumah dengan berbagai ragam minuman  yang
tersedia.   Tuan  rumah  mempersilakan  masing-masing  tamunya
memilih  minuman  yang  tersedia  di  atas  meja  dan  mengisi
gelasnya  --penuh  atau  setengah--  sesuai  dengan selera dan
kehendak masing-masing (selama yang dipilih itu  berasal  dari
minuman  yang  tersedia  di  atas  meja). Apa dan seberapa pun
isinya, menjadi pilihan yang benar bagi masing-masing pengisi.
Jangan  mempersalahkan  seseorang yang mengisi gelasnya dengan
kopi, dan Anda pun  tidak  wajar  dipersalahkan  jika  memilih
setengah air jeruk yang disediakan oleh tuan rumah.
 
Memang   Al-Quran  dan  hadis-hadis  Nabi  Saw.  tidak  selalu
memberikan interpretasi yang pasti  dan  mutlak.  Yang  mutlak
adalah  Tuhan  dan  firman-firman-Nya,  sedangkan interpretasi
firman-firman itu, sedikit sekali yang bersifat pasti  ataupun
mutlak.  Cara kita memahami Al-Quran dan Sunnah Nabi berkaitan
erat   dengan   banyak   faktor,   antara   lain   lingkungan,
kecenderungan  pribadi, perkembangan masyarakat, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan tentu saja  tingkat  kecerdasan
dan pemahaman masing-masing mujtahid.
 
Dari  sini  terlihat  bahwa  para ulama sering bersikap rendah
hati dengan menyebutkan, "Pendapat kami  benar,  tetapi  boleh
jadi  keliru,  dan  pendapat  Anda  menurut hemat kami keliru,
tetapi mungkin saja benar." Berhadapan dengan teks-teks wahyu,
mereka  selalu menyadari bahwa sebagai manusia mereka memiliki
keterbatasan, dan dengan  demikian,  tidak  mungkin  seseorang
akan  mampu menguasai atau memastikan bahwa interpretasinyalah
yang paling benar.
 
UKHUWAH DALAM praktek
 
Jika kita mengangkat salah satu  ayat  dalam  bidang  ukhuwah,
agaknya  salah  satu  ayat  surat  Al-Hujurat  dapat dijadikan
landasan  pengamalan  konsep  ukhuwah  Islamiah.   Ayat   yang
dimaksud  adalah,  Sesungguhnya orang-orang Mukmin bersaudara,
karena itu lakukanlah ishlah di antara kedua saudaramu (QS 49:
10). Kata ishlah atau shalah yang banyak sekali berulang dalam
Al-Quran, pada umumnya tidak dikaitkan dengan sikap  kejiwaan,
melainkan  justru  digunakan  dalam kaitannya dengan perbuatan
nyata. Kata ishlah hendaknya tidak hanya dipahami  dalam  arti
mendamaikan  antara  dua  orang  (atau lebih) yang berselisih,
melainkan  harus  dipahami  sesuai  makna  semantiknya  dengan
memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadapnya.
 
Puluhan  ayat berbicara tentang kewajiban melakukan shalah dan
ishlah. Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata  shalah  diartikan
sebagai  antonim  dari kata fasad (kerusakan), yang juga dapat
diartikan  sebagai  yang  bermanfaat.  Sedangkan  kata   islah
digunakan  oleh Al-Quran dalam dua bentuk: Pertama ishlah yang
selalu  membutuhkan  objek;  dan  kedua  adalah  shalah   yang
digunakan  sebagai  bentuk  kata sifat. Sehingga, shalah dapat
diartikan terhimpunnya sejumlah nilai  tertentu  pada  sesuatu
agar bermanfaat dan berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan
kehadirannya. Apabila pada sesuatu ada satu nilai  yang  tidak
menyertainya  hingga  tujuan  yang dimaksudkan tidak tercapai,
maka manusia dituntut untuk menghadirkan nilai  tersebut,  dan
hal yang dilakukannya itu dinamai ishlah.
 
Jika  kita  menunjuk  hadis,  salah satu hadis yang populer di
dalam bidang ukhuwah adalah sabda Nabi Saw. yang  diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar:
 
     Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia
     tidak menganiaya, tidak pula menyerahkannya (kepada
     musuh). Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan
     saudaranya, Allah akan memenuhi pula kebutuhannya.
     Barangsiapa yang melapangkan dan seorang Muslim suatu
     kesulitan, Allah akan melapangkan baginya satu
     kesulitan pula dan kesulitan-kesulitan yang
     dihadapinya di hari kemudian. Barangsiapa yang menutup
     aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari
     kemudian.
 
Dari riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, larangan  di  atas
dilengkapi dengan,
 
     Dia tidak mengkhianatinya, tidak membohonginya, dan
     tidak pula meninggalkannya tanpa pertolongan.
 
                              ***
 
Demikian  terlihat,  betapa  ukhuwah   Islamiah   mengantarkan
manusia mencapai hasil-hasil konkret dalam kehidupannya.
 
Untuk  memantapkan  ukhuwah  Islamiah,  yang  dibutuhkan bukan
sekadar penjelasan segi-segi persamaan pandangan  agama,  atau
sekadar toleransi mengenai perbedaan pandangan, melainkan yang
lebih  penting  lagi  adalah  langkah-langkah   bersama   yang
dilaksanakan   oleh  umat,  sehingga  seluruh  umat  merasakan
nikmatnya.[]
  

Rabu, 12 Juni 2013

5 Bukti Dahsyat AL-Quran

              


Mukjizat Al-quran sungguh tiada tandingannya. Kitab suci umat Islam ini adalah kitab yang diturunkan dari langit dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya. Al-quran sebagai pedoman hidup umat Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur melalui perantara malaikat Jibril.
Al-quran merupakan mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Mukjizat ini menjadi tuntunan hidup umat Islam dalam menjalankan kehidupan di dunia. Segala permasalahan dan solusi hidup manusia tercantum dalam Al-quran.
Beberapa Kemukjizatan Al-quran
1. Al-quran Sumber Segala Hukum
Salah satu kemukjizatan Al-quran adalah sumber segala hukum. Al-quran memuat berbagai aturan-aturan atau perundang-undangan bagi kebahagiaan hidup manusia. Baik di dunia maupun di akhirat. Al-quran adalah sumber hukum utama umat Islam. Hukum-hukum atau aturan-aturan itu mencakup segala aspek kehidupan manusia. Mulai dari dimensi ritual, sosial, pendidikan, pemerintahan, perniagaan, dan lain-lain.
2. Al-quran Terjaga Keasliannya
Al-quran adalah salah satu kitab suci yang terjaga keasliannya sampai hari kiamat. Ayat-ayat Al-quran, sejak diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, redaksinya masih tetap sama sampai sekarang. Al-quran senantiasa terjaga keasliannya karena Al-quran adalah kalam Illahi. Inilah sebagai salah satu bukti kemukjizatan Al-quran.
Ada banyak buku yang membahas tentang Bagaimana Keaslian Wahyu Tuhan terakhir di jaga. Salah satu buku yang menurut saya sangat bagus yaitu buku yang berjudul The History of The Qur’anic Text, Penulisnya Prof. Dr. M.M al A’zami, juga buku MATEMATIKA  ALAM  SEMESTA, Penulisnya Arifin Muftie.
3. Al-quran Memuat Ilmu Pengetahuan
Di antara bukti kemukjizatan lainnya, Al-quran adalah sumber ilmu pengetahuan. Al-quran memuat pengetahuan di masa lampau maupun di masa yang akan datang. Para ahli, baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim, berlomba untuk mengkaji dan menggali sumber-sumber ilmu pengetahuan dalam Al-quran.
Al-quran sudah menjelaskan tentang bagaimana proses penciptaan alam semesta dan berbagai seluk beluk kehidupan di bumi. Pengetahuan semacam ini belum terjangkau pada zaman Rasulullah. Namun, kini para ilmuwan sudah membuktikan kebenaran Al-quran.
Ilmu dan teknologi dalam Al-quran selangkah lebih maju dibandingkan penemuan-penemuan para ahli di zaman modern ini. Hal ini membuktikan bahwa Al-quran adalah kitab yang memiliki kemukjizatan luar biasa. Al-quran saja begitu luar biasa, apalagi pencipta alam semesta ini? Subhanallah.
Saya menemukan website bagus tentang Bukti Mukjizat Al-Qur’an dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yaitu websitenya Harun Yahya, Silahkan di akses pada http://www.harunyahya.com. Didalam website terdapat banyak sekali Video dan Ebook yang dapat di download gratis untuk siapa saja.
4. Al-quran Memiliki Bahasa yang Indah
Sudah tidak diragukan lagi kehebatan Al-quran. Di samping sebagai sumber segala hukum dan ilmu pengetahuan, Al-quran juga memiliki bahasa yang indah. Bahasa Al-quran begitu puitis. Al-quran bukan kitab puisi atau sastra. Namun, keindahan bahasanya tiada tara.
Masyarakat Arab pada zaman jahiliyah senang membuat syair. Syair-syair yang memiliki nilai puitis dan penuh hikmah akan dipajang di Ka’bah. Oleh karena itu, orang Arab sering berlomba membuat syair. Dengan alasan itu, Al-quran diturunkan pada bangsa Arab yang gemar membuat syair. Keindahan bahasa Al-quran mengalahkan semua syair-syair pada masa itu.
Selain susunan bahasanya, Al-quran juga sangat indah pada saat dilantunkan. Keindahan lantunan ayat-ayat Al-quran dapat menenangkan hati yang membaca maupun yang mendengarnya.
Kita dapat mendengar Keindahan Bahasa Al-Qur’an yang dibacakan oleh Qory Internasional, dapat di dengar melalui website http://quran.com/. Kita dapat mendownload file Audio berformat Mp3 secara gratis.
5. Al-quran Sumber Kebaikan dan Hikmah
Orang yang belajar membaca Al-quran walaupun terbata-bata akan mendapat pahala. Apalagi jika bacaannya tartil. Al-quran mengandung banyak hikmah. Di samping itu, Al-quran juga dapat dijadikan obat (pelipur) bagi hati yang sedang gundah gulana.
Tulisan ini diperoleh dari website http://www.anneahira.com.
Salam hangat,

5 Kehebatan Kopassus


                              Ada 5 kehebatan KOPASSUS hingga diakui dunia - Kasus penembakan empat tahanan Polda DIY di Lapas Cebongan, Sleman, DIY, yang dilakukan 11 personel Komando Pasukan Khusus (Kopassus), membuat publik kembali mengarahkan perhatiannya kepada pasukan elite milik TNI Angkatan Darat itu.

Dulu jelang Reformasi bergulir, Kopassus juga sempat membuat heboh publik. Saat itu Tim Mawar Kopassus diketahui menculik sejumlah aktivis pro demokrasi.
  
Meski demikian, prajurit Kopassus tak selalu berbuat negatif. Pasukan elite yang memiliki moto 'Berani, Benar, Berhasil' itu juga memiliki sederet prestasi yang membanggakan. 

Tak tanggung-tanggung, prestasi yang dimiliki Kopassus tak hanya di dalam negeri, di dunia internasional Kopassus juga menjadi pasukan elite yang dipandang dan disegani dengan segudang prestasi. 
Berikut lima kehebatan Kopassus hingga diakui dunia :
  
1. Kopassus juara menembak jitu.
Keahlian menembak sasaran secara tepat menjadi syarat mutlak anggota pasukan elite seperti Kopassus. Sebab, berbeda dengan pasukan biasa, pasukan elite menjadi andalan untuk menjalankan tugas-tugas penting yang tentunya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.
  
Menembak tepat sasaran menjadi salah satu keahlian yang dimiliki Kopassus ketimbang pasukan elite dari negara lain. Dalam pertemuan Pasukan Elite Asia Pasific yang diselenggarakan pada Desember 2006, personel Kopassus meraih juara penembak jitu (sniper). 
Canggihnya, senjata yang digunakan merupakan senjata buatan bangsa sendiri yang diproduksi oleh PT Pindad. Sementara, di posisi kedua diraih oleh pasukan elite Australia.
  
2. Kopassus peringkat 2 sukses operasi militer.
Dunia internasional tak asing dengan nama Kopassus. Sebab, pasukan elite milik TNI itu dikenal memiliki segudang prestasi. 
Pada pertemuan Elite Forces in Tactical, Deployment and Assault di Wina, Austria, Kopassus meraih peringkat dua dalam melakukan operasi militer strategis, seperti; intelijen, pergerakan, penyusupan, penindakan.
  
Sementara, di urutan pertama adalah pasukan elite Amerika Serikat Delta Force. Saat itu 35 pasukan elite dunia ikut unjuk gigi di ajang tersebut.
  
3. Kopassus peringkat 3 pasukan elite dunia.
Kopassus merupakan salah satu pasukan elite terbaik di dunia. Berdasarkan urutan pasukan elite dunia versi Discovery Channel Military edisi 2008, Kopassus berada di posisi tiga pasukan elite dunia.
  
Sementara di posisi pertama diduduki United Kingdom's SAS, dan di posisi dua Israel's MOSSAD. Hal itu jelas membanggakan TNI dan Indonesia. 
Sebab, Kopassus nyatanya mengalahkan pasukan-pasukan elite dari negara lain, salah satunya Amerika Serikat yang terlalu bergantung pada peralatan yang berbasis teknologi super canggih, akurat dan serba digital.  

4. Skill Kopassus di atas rata-rata pasukan elite negara lain.
Personel Kopassus tidak terlalu bergantung dan mengandalkan teknologi canggih. Karena itu, tiap personel Kopassus dituntut memiliki kemampuan bela diri yang cakap. Tak heran jika konon kabarnya satu prajurit Kopassus setimpal dengan lima prajurit biasa.
  
Hal itu tentu berbeda dengan pasukan negara maju seperti Amerika Serikat yang terlalu mengandalkan kecanggihan teknologi senjata yang dimilikinya. Narator Discovery Channel Military menyatakan, sebuah pasukan khusus yang hebat adalah pasukan yang mampu mencapai kualitas sempurna dalam hal kemampuan individu. 
Kemampuan itu adalah kemampuan bela diri, bertahan hidup (survival), kamuflase, strategi, daya tahan, gerilya, membuat perangkap dan lain-lain.
  
5. Kopassus latih pasukan militer negara lain.
Kehebatan yang dimilikinya Kopassus membuatnya disegani militer negara lain. Bahkan, sejumlah negara di dunia meminta Kopassus untuk melatih pasukan militernya, seperti negara-negara di Afrika Utara dan Kamboja. 
80 Persen pelatih militer di negara-negara Afrika Utara diketahui menggunakan pelatih militer dari Kopassus. Para perwira Kopassus ditugaskan untuk melatih pasukan militer yang dimiliki negara-negara di benua hitam itu.
  
Sementara itu, Kamboja juga telah lama menggunakan pelatih militer dari Kopassus. Tak tanggung-tanggung, pasukan yang dilatih Kopassus adalah pasukan khusus bernama Batalyon Para-Komando 911. Pasukan itu merupakan bagian dari tentara Kerajaan Kamboja (Royal Cambodian Army).

Fakta Alam Semesta

                           Al-Qur'an dan 7 Lapisan Bumi     
 
 
 
Al-Qur'an dan 7 Lapisan Bumi - Satu fakta tentang alam semesta sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an adalah bahwa langit terdiri atas tujuh lapis.

"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." (Al Qur'an, 2:29)

 
"Kemudian Dia menuju langit, dan langit itu masih merupakan asap. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." (Al Qur'an, 41:11-12)
Kata "langit", yang kerap kali muncul di banyak ayat dalam Al Qur’an, digunakan untuk mengacu pada "langit" bumi dan juga keseluruhan alam semesta. Dengan makna kata seperti ini, terlihat bahwa langit bumi atau atmosfer terdiri dari tujuh lapisan.

Saat ini benar-benar diketahui bahwa atmosfir bumi terdiri atas lapisan-lapisan yang berbeda yang saling bertumpukan. Lebih dari itu, persis sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an, atmosfer terdiri atas tujuh lapisan. Dalam sumber ilmiah, hal tersebut diuraikan sebagai berikut:

Para ilmuwan menemukan bahwa atmosfer terdiri diri beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut berbeda dalam ciri-ciri fisik, seperti tekanan dan jenis gasnya. Lapisan atmosfer yang terdekat dengan bumi disebut TROPOSFER. Ia membentuk sekitar 90% dari keseluruhan massa atmosfer. Lapisan di atas troposfer disebut STRATOSFER. LAPISAN OZON adalah bagian dari stratosfer di mana terjadi penyerapan sinar ultraviolet. Lapisan di atas stratosfer disebut MESOSFER. . TERMOSFER berada di atas mesosfer. Gas-gas terionisasi membentuk suatu lapisan dalam termosfer yang disebut IONOSFER. Bagian terluar atmosfer bumi membentang dari sekitar 480 km hingga 960 km. Bagian ini dinamakan EKSOSFER. .
(Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 319-322)

Jika kita hitung jumlah lapisan yang dinyatakan dalam sumber ilmiah tersebut, kita ketahui bahwa atmosfer tepat terdiri atas tujuh lapis, seperti dinyatakan dalam ayat tersebut.

1. Troposfer

2. Stratosfer

3. Ozonosfer

4. Mesosfer

5. Termosfer

6. Ionosfer

7. Eksosfer

Keajaiban penting lain dalam hal ini disebutkan dalam surat Fushshilat ayat ke-12, "… Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya." Dengan kata lain, Allah dalam ayat ini menyatakan bahwa Dia memberikan kepada setiap langit tugas atau fungsinya masing-masing. Sebagaimana dapat dipahami, tiap-tiap lapisan atmosfir ini memiliki fungsi penting yang bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan seluruh makhluk hidup lain di Bumi. Setiap lapisan memiliki fungsi khusus, dari pembentukan hujan hingga perlindungan terhadap radiasi sinar-sinar berbahaya; dari pemantulan gelombang radio hingga perlindungan terhadap dampak meteor yang berbahaya.

Salah satu fungsi ini, misalnya, dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:

Atmosfir bumi memiliki 7 lapisan. Lapisan terendah dinamakan troposfir. Hujan, salju, dan angin hanya terjadi pada troposfir.
(http://muttley.ucdavis.edu/Book/Atmosphere/beginner/layers-01.html)
Adalah sebuah keajaiban besar bahwa fakta-fakta ini, yang tak mungkin ditemukan tanpa teknologi canggih abad ke-20, secara jelas dinyatakan oleh Al Qur’an 1.400 tahun yang lalu.

Subhanallah.

Keajaiban Matematika dalam AL-Quran


                   

                  Keajaiban Al Quran dilihat dari sisi kandungannya telah banyak ditulis dan diketahui, tetapi keajaiban dilihat dari bagaimana Al Quran ditulis/disusun mungkin belum banyak yang mengetahui. Orang-orang non-muslim khususnya kaum orientalis barat sering menuduh bahwa Al Qur’an adalah buatan Muhammad. Padahal kalau kita baca Al Qur’an ada ayat yang menyatakan tantangan kepada orang-orang kafir khususnya untuk membuat buku/kitab seperti Al Quran dimana hal ini tidak mungkin akan dapat dilakukannya meskipun jin dan manusia bersatu padu membuatnya.
Tulisan singkat ini bertujuan untuk menyajikan beberapa keajaiban Al Qur’an dilihat dari segi bagaimana Al Qur’an ditulis, dan sekaligus secara tidak langsung juga untuk menyangkal tuduhan tersebut, dimana Muhammad sebagai manusia biasa tidak mungkin dapat melakukan atau menciptakan sebuah Al Qur’an. Pandangan sains secara konvensional menempatkan matematika sebagai suatu yang prinsipil dari sebuah cabang pengetahuan dimana alasan dikedepankan, emosi tidak dilibatkan, kepastian menjadi hal yang ingin diketahui, dan kebenaran hari ini merupakan kebenaran untuk selamanya.
                    Dalam masalah agama, ilmuan memandang bahwa semua agama sama, karena semua agama sama-sama tidak mampu memverifikasi atau menjustifikasi kebenaran melalui pembuktian yang dapat diterima oleh logika. Jadi suatu hal dikatakan valid jika ada bukti nyata, dan pembuktian ini merupakan sebuah prosedur yang dibentuk untuk membuktikan suatu realitas yang tak terlihat melalui sebuah proses deduksi dan konklusi yang hasil akhirnya dapat diterima oleh semua pihak.
Dengan dasar tersebut, tulisan ini mencoba untuk membawa pembaca pada suatu kesimpulan bahwa Al Qur’an yang ditulis menurut aturan matematika, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an adalah benar-benar firman Allah dan bukan buatan Nabi Muhammad. Kiranya patut juga direnungi apa yang dikatakan oleh Galileo (1564-1642 AD) bahwa . “Mathematics is the language in which God wrote the universe (Matematika adalah bahasa yang digunakan Tuhan dalam menuliskan alam semesta ini)” ada benarnya. Kebenaran bahasa matematika tersebut akan dibahas sekilas sebagai tambahan dari tema utama tulisan ini.
Angka-angka Menakjubkan dari Beberapa Kata dalam Al Qur’an
Kalau kita buka Al Quran dan kita perhatikan beberapa kata dalam Al Quran dan menghitung berapa kali kata tersebut disebutkan dalam Al Quran, kita akan peroleh suatu hal yang sangat menakjubkan. Mungkin kita betanya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencari dan menghitungnya. Dengan kemajuan teknologi khususnya komputer, hal tersebut tidak menjadi masalah. Tabel 1 menyajikan frekuensi penyebutan beberapa kata penting dalam Al Qur’an yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari.
                      Berdasarkan tabel tersebut ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik. Misalnya pada kata “dunya” dan “akhirat” yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan frekuensi sama, kita dapat menafsirkan bahwa Allah menyuruh umat manusia untuk memperhatikan baik kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat secara seimbang. Artinya kehidupan dunia dan akhirat sama-sama penting bagi orang Islam. Selanjutnya pada penyebutan kata “malaaikat” dan “syayaathiin” juga disebutkan secara seimbang. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kebaikan yang direfleksikan oleh kata “malaaikah” akan selalu diimbangi oleh adanya kejahatan yang direfleksikan oleh kata “syayaathiin”. Hal lain juga dapat kita kaji pada beberapa pasangan kata yang lain.
Tabel 1. Jumlah Penyebutan beberapa Kata Penting dalam Al Quran
Sumber: From the Numeric Miracles In the Holy Qur’an by Suwaidan, www.islamicity.org
Beberapa kata lain yang menarik dari tabel tersebut adalah kata “syahr (bulan)” yang disebutkan sebanyak 12 kali yang menunjukkan bahwa jumlah bulan dalam setahun adalah 12, dan kata “yaum (hari)” yang disebutkan sebanyak 365 kali yang menunjukkan jumlah hari dalam setahun adalah 365 hari. Selanjutnya Kata “lautan (perairan)” disebutkan sebanyak 32 kali, dan kata “daratan” disebut dalam Al Quran sebanyak 13 kali. Jika kedua bilangan tersebut kita tambahkan kita dapatkan angka 45.
Sekarang kita lakukan perhitungan berikut:
· Dengan mencari persentase jumlah kata “bahr (lautan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(32/45)x100% = 71.11111111111%
· Dengan mencari persentase jumlah kata “barr (daratan)” terhadap total jumlah kata (bahr dan barr) kita dapatkan:
(13/45)x100% = 28.88888888889%
Kita akan mendapatkan bahwa Allah SWT dalam Al Quran 14 abad yang lalu menyatakan bahwa persentase air di bumi adalah 71.11111111111%, dan persentase daratan adalah 28.88888888889%, dan ini adalah rasio yang riil dari air dan daratan di bumi ini.
Al Qur’an Didisain Berdasarkan Bilangan 19
Dalam kaitannya dengan pertanyaan yang bersifat matematis yang hanya memiliki satu jawaban pasti, maka jika ada beberapa ahli matematika, yang menjawab di waktu dan tempat yang berbeda dan dengan menggunakan metode yang berbeda, maka tentunya akan memperoleh jawaban yang sama. Dengan kata lain, pembuktian secara matematis tidak dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Perlu diketahui bahwa dari seluruh kitab suci yang ada di dunia ini, Al Qur’an merupakan satu-satunya kitab suci yang seluruhnya ditulis dalam bahasa aslinya. Berkaitan dengan pembuktian, kebenaran Al Qur’an sebagai wahyu Allah yang sering dikatakan oleh orang barat sebagai ciptaan Muhammad, dapat dibuktikan secara matematis bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan oleh Muhammad. Adalah seorang ahli biokimia berkebangsaan Amerika keturunan Mesir dan seorang ilmuan muslim, Dr. Rashad Khalifa yang pertama kali menemukan sistem matematika pada desain Al Qur’an. Dia memulai meneliti komposisi matematik dari Al Quran pada 1968, dan memasukkan Al Qur’an ke dalam sistem komputer pada 1969 dan 1970, yang diteruskan dengan menerjemahkan Al Qur’an ke dalam bahasa Inggris pada awal 70-an. Dia tertantang untuk memperoleh jawaban untuk menjelaskan tentang inisial pada beberapa surat dalam Al Qur’an (seperti Alif Lam Mim) yang sering diberi penjelasan hanya dengan “hanya Allah yang mengetahui maknanya”. Dengan tantangan ini, dia memulai riset secara mendalam pada inisial-inisial tersebut setelah memasukkan teks Al Qur’an ke dalam sistem komputer, dengan tujuan utama mencari pola matematis yang mungkin akan menjelaskan pentingnya inisial-inisial tersebut. Setelah beberapa tahun melakukan riset, Dr. Khalifa mempublikasikan temuan-temuan pertamanya dalam sebuah buku berjudul “MIRACLE OF THE QURAN: Significance of the Mysterious Aphabets” pada Oktober 1973 bertepatan dengan Ramadan 1393. Pada buku tersebut hanya melaporkan bahwa inisial-inisial yang ada pada beberapa surat pada Al Qur’an memiliki jumlah huruf terbanyak (proporsi tertinggi) pada masing-masing suratnya, dibandingkan huruf-huruf lain. Misalnya, Surat “Qaaf” (S No. 50) yang dimulai dengan inisial “Qaaf” mengandung huruf “Qaaf” dengan jumlah terbanyak. Surat “Shaad” (QS No. 38) yang memiliki inisial “Shaad”, mengandung huruf “Shaad” dengan proporsi terbesar. Fenomena ini benar untuk semua surat yang berinisial, kecuali Surat Yaa Siin (No. 36), yang menunjukkan kebalikannya yaitu huruf “Yaa” dan “Siin” memiliki proporsi terendah. Berdasarkan temuan tersebut, pada awalnya dia hanya berfikir sampai sebatas temuan tersebut mengenai inisial pada Al Qur’an, tanpa menghubungkan frekuensi munculnya huruf-huruf yang ada pada inisial surat dengan sebuah bilangan pembagi secara umum (common denominator). Akhirnya, pada Januari 1974 (bertepatan dengan Zul-Hijjah 1393), dia menemukan bahwa bilangan 19 sebagai bilangan pembagi secara umum[1] dalam insial-inisial tersebut dan seluruh penulisan dalam Al Qur’an, sekaligus sebagai kode rahasia Al Qur’an. Temuan ini sungguh menakjubkan karena seluruh teks dalam Al Qur’an tersusun secara matematis dengan begitu canggihnya yang didasarkan pada bilangan 19 pada setiap elemen sebagai bilangan pembagi secara umum. Sistem matematis tersebut memiliki tingkat kompleksitas yang bervariasi dari yang sangat sederhana (bisa dihitung secara manual) sampai dengan yang sangat kompleks yang harus memerlukan bantuan program komputer untuk membuktikan apakah kelipatan 19. Jadi, sistem matematika yang didasarkan bilangan 19 yang melekat pada Al Quran dapat diapresiasi bukan hanya oleh orang yang memiliki kepandaian komputer dan matematika tingkat tinggi, tetapi juga oleh orang yang hanya dapat melakukan penghitungan secara sederhana.
                    Selain 19 sebagai kode rahasia Al Qur’an itu sendiri, peristiwa ditemukannya bilangan 19 sebagai “miracle” dari Al Qur’an juga dapat dihubungkan dengan bilangan 19 sebagai kehendak Allah. Disebutkan di atas bahwa kode rahasia tersebut ditemukan pada tahun 1393 Hijriah. Al Qur’an diturunkan pertama kali pada 13 tahun sebelum Hijriah (hijrah Nabi). Jadi keajaiban Al Qur’an ini ditemukan 1393+13=1406 tahun (dalam hitungan hijriah) setelah Al Qur’an diturunkan, yang bertepatan dengan tahun 1974 M.
Surah 74 adalah Surah Al Muddatsir yang berarti orang yang berkemul (Al Quran dan Terjemahnya, Depag) dan juga dapat berarti rahasia yang tesembunyi, yang memang mengandung rahasia Allah mengenai keajaiban Al Qur’an. Dalam Surah 74 ayat 30-36 dinyatakan:
(74:30) Di atasnya adalah 19.
(74:31) Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka melainkan dari malaikat; dan tidaklah Kami jadikan bilangan mereka itu (19) melainkan untuk:
- cobaan/ujian/tes bagi orang-orang kafir,
- meyakinkan orang-orang yang diberi Al Kitab (Nasrani dan Yahudi),
- memperkuat (menambah)keyakinan orang yang beriman,
- menghilangkan keragu-raguan pada orang-orang yang diberi Al kitab dan juga orang-orang yang beriman, dan
- menunjukkan mereka yang ada dalam hatinya menyimpan keragu-raguan; dan orang-orang kafir mengatakan: “Apakah yang dikehendaki Allah dengan perumpamaan ini?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia. Dan ini tiada lain hanyalah sebuah peringatan bagi manusia.
(74:32) Sungguh, demi bulan.
(74:33) Dan malam ketika berlalu.
(74:34) Dan pagi (subuh) ketika mulai terang.
(74:35) Sesungguhnya ini (bilangan ini) adalah salah satu dari keajaiban yang besar.
(74:36) Sebagai peringatan bagi umat manusia.
Sebagian besar ahli tafsir menafsirkan 19 sebagai jumlah malaikat. Menurut Dr. Rashad Khalifa, menafsirkan bilangan 19 sebagai jumlah malaikat adalah tidak tepat karena bagaimana mungkin jumlah malaikat dapat dijadikan untuk ujian/tes bagi orang-orang kafir, untuk meyakinkan orang-orang nasrani dan yahudi, untuk meningkatkan keimanan orang yang telah beriman dan juga untuk menghilangkan keragu-raguan. Jadi, tepatnya bilangan 19 ini merupakan keajaiban yang besar dari Al Qur’an sesuai ayat 35 di atas, menurut terjemahan Dr. Rashad Khalifa (dan juga terjemahan beberapa penterjemah lain). Jadi pada ayat 35 kata “innahaa” merujuk pada kata “’iddatun” pada ayat 31.
Mengapa 19?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dijelaskan tentang sistem bilangan. Kita pasti mengenal betul sistem bilangan Romawi yang masih sangat dikenal pada saat ini, seperti I=1, V=5, X=10, L=50, C=100, D=500 dan M=1000. Seperti halnya pada sistem bilangan Romawi, sistem bilangan juga dikenal pada huruf-huruf arab. Bilangan yang ditandai pada setiap huruf dikenal sebagai “nilai numerik (numerical value atau gematrical value)”. Click link ini untuk mengetahui lebih jauh tentang nilai numerik.
Setelah mengetahui nilai dari setiap huruf arab tersebut, kita dapat menjawab mengapa 19 dipakai sebagai kode rahasia Allah dalam Al Qur’an, dan sekaligus dapat digunakan untuk mengungkap keajaiban Al Qur’an. Berikut beberapa hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa 19.
* 19 merupakan nilai numerik dari kata “Waahid” dalam bahasa arab yang artinya ‘esa/satu’ (lihat Tabel 2) Tabel 2. Nilai numerik dari kata “waahid”
* 19 merupakan bilangan positif pertama dan terakhir (1 dan 9), yang dapat diartikan sebagai Yang Pertama dan Yang Terakhir seperti yang dikatakan Allah, misalnya, pada QS 57 ayat 3 sebagai berikut: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS 57:3). Kata “waahid” dalam Qur’an disebutkan sebanyak 25 kali, dimana 6 diantaranya tidak merujuk pada Allah (seperti salah satu jenis makanan, pintu, dsb). Sisanya 19 kali merujuk pada Allah. Total jumlah dari (nomor surat + jumlah ayat pada masing-masing surat) dimana 19 kata “waahid” yang merujuk pada Allah adalah 361 = 19 x 19. Jadi 19 melambangkan keesaan Allah (Tuhan Yang Esa).
* Pilar agama Islam yang pertama juga dikodekan dengan 19
“La – Ilaha – Illa – Allah”
Nilai-nilai numerik dari setiap huruf arab pada kalimah syahadat di atas adalah dapat ditulis sebagai berikut
“30 1 – 1 30 5 – 1 30 1 – 1 30 30 5”
Jika susunan angka tersebut ditulis menjadi sebuah bilangan, diperoleh = 30113051301130305 = 19 x … atau merupakan bilangan yang mempunyai kelipatan 19. Jadi jelaslah bahwa 19 merujuk kepada keesaan Allah sebagai satu-satunya dzat yang wajib disembah.
Beberapa Contoh Bukti-bukti yang Sangat Sederhana tentang Kode 19
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa desain Al Qur’an yang didasarkan bilangan 19 ini, dapat dibuktikan dari penghitungan yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat komplek. Berikut ini hanya sebagian kecil dari keajaiban Al Quran (sistim 19) yang dapat ditulis dalam artikel singkat ini. Fakta-fakta yang sangat sederhana:
(1) Kalimat Basmalah pada (QS 1:1) terdiri dari 19 huruf arab.
(2) QS 1:1 tersebut diturunkan kepada Muhammad setelah Surat 74 ayat 30 yang artinya “Di atasnya adalah 19”.
(3) Al Qur’an terdiri dari 114 surah, 19×6.
(4) Ayat pertama turun (QS 96:1) terdiri dari 19 huruf.
(5) Surah 96 (Al Alaq) ditempatkan pada 19 terakhir dari 114 surah (dihitung mundur dari surah 114), dan terdiri dari 19 ayat
(6) Surat terakhir yang turun kepada Nabi Muhammad adalah Surah An-Nashr atau Surah 110 yang terdiri dari 3 ayat. Surah terakhir yang turun terdiri dari 19 kata dan ayat pertama terdiri dari 19 huruf.
(7) Kalimat Basmalah berjumlah 114 (19×6). Meskipun pada Surah 9 (At Taubah) tidak ada Basmalah pada permulaan surah sehingga jumlah Basmalah kalau dilihat pada awal surah kelihatan hanya 113, tetapi pada Surah 27 ayat 30 terdapat ekstra Basmalah (dan juga 27+30=57, atau 19 x 3). Dengan demikian jumlah Basmalah tetap 114.
(8) Jika dihitung jumlah surah dari surah At Taubah (QS 9) yang tidak memiliki Basmalah sampai dengan Surah yang memuat 2 Basmalah yaitu S 27, ditemukan 19 surah. Dan total jumlah nomor surah dari Surah 9 sampai Surah 27 diperoleh (9+10+11+…+26+27=342) atau 19×18. Total jumlah ini (342) sama dengan jumlah kata antara dua kalimat basmalah dalam Surat 27.
(9) Berkaitan dengan inisial surah, misalnya ada dua Surah yang diawali dengan inisial “Qaaf” yaitu Surah 42 yang memiliki 53 ayat dan Surah 50 yang terdiri dari 45 ayat. Jumlah huruf “Qaaf” pada masing-masing dua surat tersebut adalah 57 atau 19 x 3. Jika kita tambahkan nomor surah dan jumlah ayatnya diperoleh masing-masing adalah (42+53=95, atau 19 x 5) dan (50+45=95, atau 19 x 5). Selanjutnya initial “Shaad” mengawali tiga surah yang berbeda yaitu Surah 7, 19, dan 38. Total jumlah huruf “Shaad” di ketiga surah tersebut adalah 152, atau 19 x 8. Hal yang sama berlaku untuk inisial yang lain.
(10) Frekuensi munculnya empat kata pada kalimat Basmalah dalam Al Qur’an pada ayat-ayat yang bernomor merupakan kelipatan 19 (lihat Tabel 3)
Tabel 3: Empat kata dalam Basmalah dan frekuensi penyebutan dalam ayat-ayat yang bernomor dalam Al Quran
No. Kata Frekuensi muncul
1 Ism 19
2 Allah 2698 (19×142)
3 Al-Rahman 57 (19×3)
4 Al-Rahiim 114 (19×6)
(11) Ada 14 huruf arab yang berbeda yang membentuk 14 set inisial pada beberapa surah dalam Al Qur’an, dan ada 29 surah yang diawali dengan inisial (seperti Alif-Lam-Mim). Jumlah dari angka-angka tersebut diperoleh 14+14+29=57, atau 19×3.
(12) Antara surah pertama yang berinisial (Surah 2 atau Surah Al Baqarah) dan surah terakhir yang berinisial (Surah 68), terdapat 38 surah yang tidak diawali dengan inisial, 38=19×2.
(13) Al-Faatihah adalah surah pertama dalam Al-Quran, No.1, dan terdiri dri 7 ayat, sebagai surah pembuka (kunci) bagi kita dalam berhubungan dengan Allah dalam shalat. Jika kita tuliskan secara berurutan Nomor surah (No. 1) diikuti dengan nomor setiap ayat dalam surah tersebut, kita dapatkan bilangan: 11234567. Bilangan ini merupakan kelipatan 19. Hal ini menunjukkan bahwa kita membaca Al Faatihah adalah dalam rangka menyembah dan meng-Esakan Allah.
Selanjutnya, jika kita tuliskan sebuah bilangan yang dibentuk dari nomor surah (1) diikuti dengan bilangan-bilangan yang menunjukkan jumlah huruf pada setiap ayat (lihat Tabel 4), diperoleh bilangan : 119171211191843 yang juga merupakan kelipatan 19.
Tabel 4: Jumlah huruf pada setiap ayat dalam Surah Al Faatihah
(14) Ketika kita membaca Surah Al-Fatihah (dalam bahasa arab), maka bibir atas dan bawah akan saling bersentuhan tepat 19 kali. Kedua bibir kita akan bersentuhan ketika mengucapkan kata yang mengandung huruf “B atau Ba’” dan huruf “M atau Mim”. Ada 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim. Nilai numerik dari 4 huruf Ba’ adalah 4×2=8, dan nilai numerik dari 15 huruf Mim adalah 15×40=600. Total nilai numerik dari 4 huruf Ba’ dan 15 huruf Mim adalah 608=19×32 (lihat Tabel 5).
Tabel 5. Kata-kata dalam Surah Al-Fatihah yang mengandunghuruf Ba’ dan Mim beserta nilai numeriknya
Kejadian Di Alam Semesta yang Terkait dengan Bilangan 19
Beberapa kejadian lain di alam ini dan juga dalam kehidupan kita sehari-hari yang mengacu pada bilangan 19 adalah:
· Telah dibuktikan bahwa bumi, matahari dan bulan berada pada posisi yang relatif sama setiap 19 tahun
· Komet Halley mengunjungi sistim tata surya kita sekali setiap 76 tahun (19×4).
· Fakta bahwa tubuh manusia memiliki 209 tulang atau 19×11.
· Langman’s medical embryology, oleh T. W. Sadler yang merupakan buku teks di sekolah kedokteran di Amerika Serikat diperoleh pernyataan “secara umum lamanya kehamilan penuh adalah 280 hari atau 40 minggu setelah haid terakhir, atau lebih tepatnya 266 hari atau 38 minggu setelah terjadinya pembuahan”. Angka 266 dan 38 kedua-duanya adalah kelipatan dari 19 atau 19×14 dan 19×2.
Lima Pilar Islam (Rukun Islam) dan Sistem 19
Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh nabi sejak Nabi Ibrahim sebagai the founding father of Islam (misalnya lihat QS 2:67, 130-136; QS 5:44, 111; QS 3:52).Pesan utama yang disampaikan oleh seluruh Nabi sejak Nabi Ibrahim sampai Nabi Muhammad adalah sama yaitu menyembah Allah yang Esa, Shalat, Puasa, Zakat dan Haji. Allah menyempurnakan Islam melalui Nabi Muhammad. Jadi praktek shalat, zakat, puasa dan haji telah dilakukan dan diajarkan oleh Nabi-nabi sejak Nabi Ibrahim. Dari kelima pilar agama Islam, dapat ditunjukkan bahwa semua berkaitan dengan sistim bilangan 19 (kelipatan 19).
· Syahadat
Telah dibahas di atas bahwa pilar pertama agama Islam “Laa Ilaaha Illa Allah” didisain berdasarkan bilangan 19.
· Shalat
Kata “shalawat” yang merupakan bentuk jamak dari kata “shalat“ muncul di Al Qur’an sebanyak 5 kali. Ini menunjukkan bahwa perintah Allah untuk melaksanakan shalat 5 kali sehari dikodekan di Al Qur’an. Selanjutnya jumlah rakaat dalam shalat dikodekan dengan bilangan 19. Jumlah rakaat pada shalat subuh, zuhur, ashar, maghrib dan isya masing-masing adalah 2,4,4,3, dan 4 rakaat. Jika jumlah rakaat tersebut disusun menjadi sebuah angka 24434 merupakan bilangan kelipatan 19 atau (24434 = 19×1286). Digit 1286 kalau dijumlahkan akan didapat angka 17 (1+2+8+6) yang merupakan jumlah rakaat shalat dalam sehari. Untuk hari Jum’at jumlah rakaat Shalat adalah 15, karena Shalat Jum’at hanya 2 rakaat. Ini juga dapat dikaitkan dengan bilangan 19 (kelipatan 19). Jika kita buat hari Jum’at sebagai hari terakhir, maka jumlah rakaat shalat mulai hari Sabtu sampai Jum’at dapat ditulis secara berurutan sebagai berikut: 17 17 17 17 17 17 15. Jika urutan bilangan tersebut kita jadikan menjadi satu bilangan 17171717171715, maka bilangan tersebut merupakan bilangan dengan kelipatan 19 atau (19 x 903774587985). Jadi pada intinya shalat itu menyembah Tuhan yang Satu (ingat: 19 adalah total nilai numerik dari kata ‘waahid’). Surah Al-Fatihah yang dibaca dalam setiap rakaat dalam Shalat seperti dibahas sebelumnya juga mengacu pada bilangan 19. Selanjutnya, kata “Shalat’ dalam Al Qur’an disebutkan sebanyak 67 kali. Jika kita jumlahkan nomor surat-surat dan nomor ayat-ayat dimana ke 67 kata “Shalat” disebutkan, diperoleh total 4674 atau 19×246.
· Puasa
Perintah puasa dalam Al Qur’an disebutkan pada ayat-ayat berikut:
- 2:183, 184, 185, 187, 196;
- 4:92; 5:89, 95;
- 33:35, 35; dan
- 58:4.
Total jumlah bilangan tersebut adalah 1387, atau 19×73. Perlu diketahui bahwa QS 33:35 menyebutkan kata puasa dua kali, satu untuk orang laki-laki beriman dan satunya lagi untuk wanita beriman.
· Kewajiban Zakat dan Menunaikan Haji ke Mekkah
Sementara tiga pilar pertama diwajibkan kepada semua orang Islam laki-laki dan perempuan, Zakat dan Haji hanya diwajibkan kepada mereka yang mampu. Hal ini menjelaskan fenomena matematika yang menarik yang berkaitan dengan Zakat dan Haji.
Zakat disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat berikut:
Penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 2395. Total jumlah ini jika dibagi dengan 19 diperoleh sisa 1 (bilangan tersebut tidak kelipatan 19).
Haji disebutkan dalam Al Qur’an pada ayat-ayat
- 2:189, 196, 197;
- 9:3; dan
- 22:27.
Total penjumlahan angka-angka tersebut diperoleh 645, dan angka ini tidak kelipatan 19 karena jika angka tersebut dibagi 19 kurang 1.
Kemudian jika dari kata Zakat dan Haji digabungkan diperoleh nilai total 2395+645 = 3040 = 19x160.
Penutup
Secara umum disimpulkan bahwa Al Qur’an didisain secara matematis. Apa yang dibahas di atas hanyalah sebagian kecil dari ribuan bukti tentang desain matematis dari Al Qur’an dan khususnya tentang bilangan dasar 19 sebagai desain Al Qur’an yang dapat disajikan pada tulisan ini. Selain itu, tulisan ini hanya memfokuskan pada contoh-contoh yang sangat sederhana, sementara untuk contoh-contoh yang sangat kompleks tidak disajikan di sini karena mungkin akan sulit dipahami oleh orang yang tidak memiliki latar belakang atau kurang memahami matematika. Bilangan 19 yang juga berarti Allah yang Esa, dan juga berarti tidak ada Tuhan melainkan Dia, dapat dikatakan sebagai “Tanda tangan Allah” di alam semesta ini. Hal ini sesuai dengan salah satu firman Allah yang menyatakan bahwa seluruh alam ini tunduk dan sujud kepada Allah dan mengakui keesaan Allah. Hanya orang-orang kafir lah yang tidak mau sujud dan mengakui keesaan Allah. Allah dalam menciptakan Al Qur’an dan alam semesta ini telah melakukan perhirtungan secara detail, seperti firman Allah yang berbunyi: “dan Allah menghitung segala sesuatunya satu per satu (secara detail)” (QS 72:28). Jumlahkan angka-angka pada nomor surah dan ayat tersebut !!!!!! Anda memperoleh angka 19 (7+2+2+8=19). Dari uraian di atas khususnya mengenai lima pilar Islam diperoleh kesimpulan yang sangat tegas bahwa pemeluk Islam adalah orang-orang yang pasrah dan tunduk menyembah dan mengakui keesaan Allah seperti yang ditunjukkan bahwa kelima pilar Islam tersebut berkaitan dengan sistim bilangan 19 (nilai numerik dari kata “waahid” atau Esa). Hal ini juga sesuai dengan Islam sendiri yang yang secara harfiah dapat berarti pasrah/tunduk. Hal lain yang dapat diambil sebagai pelajaran dari sistim bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an adalah terpecahkannya “unsolved problem” mengenai perdebatan di antara para ulama terhadap status “Basmalah” pada Surah Al-Faatihah apakah termasuk salah satu ayat dalam surah tersebut atau tidak. Dengan ditemukannya bilangan 19 sebagai disain Al Qur’an, bukti-bukti matematis pada tulisan ini telah membuktikan bahwa lafal “Basmalah” termasuk dalam salah satu ayat Surah Al-Fatihah. Sebagai penutup, semoga tulisan ini dapat menambah keimanan bagi orang-orang yang beriman, menjadi tes/ujian bagi mereka yang belum beriman, dan menghilangkan keragu-raguan bagi mereka yang hatinya dihinggapi keragu-raguan akan kebenaran Al Qur’an. Allah akan membiarkan sesat orang-orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya (QS 74:31).
Catatan:
Untuk memverifikasi “keajaiban matematis” dari Al Qur’an anda perlu menggunakan Al Qur’an yang dicetak menurut versi cetak Arab Saudi atau Timur Tengah pada umumnya. Mengapa? Hasil penelitian yang saya lakukan, terdapat banyak perbedaan antara Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya dan Qur’an versi cetak Arab Saudi (kebetulan saya memegang Qur’an versi cetak Arab Saudi), meskipun perbedaan tersebut tidak berpengaruh pada makna/arti. Perbedaan tersebut hanya pada cara menuliskan beberapa kata. Meskipun demikian, jika mengacu pada “Keajaiban Matematis” dari Al Qur’an, Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya (yang disusun oleh orang Indonesia) menyalahi aturan yang aslinya sehingga keajaiban matematis tidak muncul. Saya hanya memberikan 2 contoh kata saja dari sekian kata yang berbeda penulisannya yaitu kata “shirootho” dan “insaana”. Menurut versi cetak Arab Saudi, tidak ada huruf “ALIF” antara huruf “RO’” dan “THO” pada kata “SHIROOTHO” (lihat di Surat Al Fatihah) dan antara huruf “SIN” dan “NUN”pada kata “INSAANA”, tetapi menurut versi cetak Indonesia pada umumnya terdapat huruf ALIF pada kedua kata tersebut. Pada versi cetak Arab Saudi, untuk menunjukkan bacaan panjang pada bunyi ROO dan SAA pada kata SHIROOTHO dan INSAANA, digunakan tanda “fathah tegak”. Saya paham, maksud orang menambahkan ALIF pada kedua kata tersebut agar lebih memudahkan bagi pembacanya, tetapi ternyata menyimpang dari aslinya. Maka dari itu anda menemukan jumlah huruf yang lebih banyak pada Surat Al Fatihah ayat 6 dan 7 dari yang saya tuliskan. Sebagai tambahan, salah satu ciri Qur’an versi cetak Indonesia pada umumnya adalah Surat Al Fatihah terletak pada HALAMAN 2, sementara versi cetak Arab Saudi, Fatihah berada pada HALAMAN 1.
Mengenai jumlah kata, kata harus didefinisikan sebagai susunan dari beberapa huruf (dua hrurf atau lebih), sehingga anda harus memperlakukan “WA atau WAU” sebagai huruf meskipun bisa diartikan dengan kata “DAN” dalam bahasa Indonesia. Perlakuan “WA” (misalnya pada kata “WATAWAA”) sebenarnya bisa disamakan dengan “BI” (pada kata BISMI), karena kebetulan BI bisa gandeng dengan kata berikutnya, sementara WA tidak bisa ditulis gandeng dengan kata yang mengikutinya. Jadi jangan hitung “WA” sebagai kata, tetapi sebagai huruf.
Oleh: Ali Said
Sumber : kabarislam.com

Postingan Lama